Ma’badong adalah salah satu jenis tarian duka atau nyanyian duka asal Tana Toraja yang hanya bisa dilakukan pada acara kematian. Ma’badong dilakukan dengan maksud mendoakan orang yang meninggal agar arwahnya diterima di alam baka. Ma’badong juga berisi ratapan-ratapan atau kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya di dunia.
Ma' Badong diungkapkan dalam syair-syair berbahasa Toraja, dengan bentuk nyanyian tanpa iringan alat musik. Para pa’badong (peserta tarian) dipimpin oleh seorang pemimpin yang menguasai syair-syair badong dan lihai dalam menyanyikannya.
Nyanyian badong terdiri atas empat jenis yang dinyanyikan secara berurut sesuai dengan fungsinya, yaitu:
- Badong nasihat
- Badong ratapan
- Badong berarak
- Badong passakke (berkat)
Beberapa contoh syair tarian badong antara lain:
- Ke de’ ko anta umbating (Mari kita menguraikan kesedihan hati)
- Madarinding sola nasang (Kita sekalian bersentosa)
- Ambe’ tanding talingakan (Ya Bapa sendengkanlah telingamu kepada kami)
- Tonna masaki ulunna, Tikuramman beluakna (Pada waktu kepalanya sakit, semua rambutnya merasakannya)
- dan lain-lain
Ma’badong dilakukan minimal tiga orang hingga jumlah yang tak ditentukan bisa mencapai ratusan orang dan dilakukan di lapangan terbuka. Peserta terdiri atas laki-laki dan perempuan dewasa.
Pada jaman dahulu pakaian toma' badong tidaklah seragam seperti yang disaksikan pada jaman sekarang, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan kain kala itu, seiring perkembangan dan kemajuan zaman diamana kain semankin banyak maka pakaian yang digunakan toma' badong jaman sekarang semakin bagus dan seragam.
Toma' badong biasanya menggunakan pakaian hitam dan sarung yang juga berwarna hitam tetapi kadang juga menggunakan baju hitam seragam dan sarung warna putih bisa juga menggunakan pakaian adat Toraja.
Tetapi bagi pengunjung kedukaan yang tidak berpakaian seperti itu bisa juga ikut bergabung menari. Ma’badong minimal dimulai dengan tiga atau lima orang yang menyanyikan badong pembuka berisi ajakan untuk turut Ma’badong. Seiring dengan waktu maka peserta badong akan semakin banyak membentuk lingkaran besar.
Gerakan badong tergolong sangat sederhana dan bisa dipelajari dalam seketika. Para Pa’badong berdiri membentuk formasi lingkaran berpegangan dengan menggunakan jari kelingking yang saling melingkar sambil menyanyikan nyanyian badong. Lingkaran kadang-kadang dipersempit dengan cara berjalan maju dan mundur dengan badan digoyangkan. Kepala digerakkan ke depan dan ke belakang. Bahu digerakkan ke atas dan ke bawah. Sedangkan tangan diayunkan ke arah dada kemudian ke belakang. Sementara kaki diayunkan ke depan secara bergantian sambil bergeser ke kiri dan ke kanan.
Para Pa’badong berganti tempat dengan cara bergeser ke kanan tetapi tidak berganti posisi. Menjelang badong berakhir para pa’badong biasanya melompat-lompat ke kiri dan ke kanan dalam bahasa Toraja disebut nondo pua (lompat besar) setelah itu membubarkan diri.
Ma’ badong dapat dilakukan kapan saja tetapi lebih sering dilakukan pada sore dan malam hari. Dapat dilakukan di sekitar rumah duka dimana dilangsungkan acara kedukaan ataupun di tempat pemakaman, saat pemakaman akan dilakukan.
Sekarang, seiring dengan perkembangan zaman Ma’badong sudah mulai kurang diminati khususnya para generasi muda. Karena itu untuk mempertahankannya di beberapa tempat dibentuklah kelompok Pa’badong yang di undang Ma’badong setiap ada kedukaan. Tetapi motivasi pelaksanaan sudah mulai bergeser ke motif ekonomi, bukan lagi murni mengungkapkan kesedihan dan doa untuk saling menghibur sebagaimana tujuan awal dari tarian ini.
Ma' Badong adalah warisan peradaban Nenek Moyang orang Toraja jaman dahulu maka selayaknyalah warisan yang bernilai tinggi ini senantiasa dipelihara dan dilestarikan sebagai warisan budaya yang sangat tinggi bagi anak-cucu generasi orang Toraja.
Gau' ta ri anta di pelele, pessiparanta anta di tandai
No comments:
Post a Comment