Puang Tamboro Langi' merupakan Tomanurung pertama yang menurut hikayat turun dari langit melalui Pelangi atau Tindak Sarira dari puncak gunung Kandora, Mengkendek pada abad ke 13. Dia datang membawa hukum adat yang disebut Bangunan Ada’ atau Dandanan Sangka’ yaitu Aluk Sanda Saratu’ di Kalinobulawanan Tana Toraja.Puang Tamboro Langi adalah penguasa tertinggi diseluruh wilayah Tondok Lepongan Bulan,Tana Matarik Allo atau Toraja Raya. Memang banyak versi tentang kedatangan Puang Tamboro Langi, tapi pada umumnya mereka menganggap bahwa Puang Tamboro Langi turun dari langit di puncak Buntu Kandora.
Puang Tamboro Langi’ kawin dengan Puang Sanda Bilik yang berasal dari Palung Sungai Sa’dan di Sapan Deata dan tinggal di Kandora, Banua Ditoke’ dan dia juga pernah tinggal di Ullin.
Dari hasil perkawinannya, lahir 8 orang anak, 4 putri (2 orang kembali kekayangan dan 2 orang kembali ke palung sungai sa’dan di sapan deata, tempat puang sanda bilik berasal ) dan 4 orang putera.Untuk memperluas wilayah kekuasaannya , maka Puang Tamboro Langi memerintahkan kepada Ke empat orang putranya untuk pergi kawin ke berbagai daerah di lili’na Tondok Lepongan Bulan sebagai berikut:
-
Puang Papai Langi’, yang kawin dengan Puang Allo Anginan yang berasal dari mata air di Gasing Mengkendek, yang melahirkan :
- Puang Paetong di Otin,
- Puang Toding di Banua Lando Kendenan, Makale,
- Puang Lande’ di Su’pi’ Sangalla’
- Puang Panggeso di Tiromanda makale
- Sarambunna di Tinoring,
- Tomemanuk di Bala, Lala’ di Batu Rondon,
- Samang di Tengan,
- Yarra’ Matua di Palipu'
- Tintiri Buntu di Sillanan
- Bangke’ Barani di Botang
- Bambiri lemo di Pa’buaran
- Puang Sanda Boro di Batu Borong, kaki pegunungan Latimojong, yang kawin dengan Puang Bu’tui Pattung (keluar dari bambu) di Batu Borrong dan melahirkan
- Puang Palondongan di Marintang
- Puang Rombe Londong di Tabang
- Puang Baine (mate malolle’)
- Puang Laki Padada di Goa
- Puang Maesa ( Mesok ) di Rante Rano, Makale yang kawin dengan Puang Timban di Rante Rano dan melahirkan
- Puang Payak Allo (datu matampu’) yang kawin dengan Puang Tumba’ Para’mak di Orong atau Bonggai ri Orong ( Putri Penguasa di bagian barat Toraja)
- Puang Tumambuli Buntu pergi ke Napo dan kawin dengan Puang Bonggai ri Napo yang keluar dari Batu di Napo, yang melahirkan :
- Puang Saredadi di Buntu Karua
- Puang Embatau di Sesean
- Puang Ampang di Sa’dan
- Puang Lambe Susu di Napo
Kemudian Puang Tumembali Buntu kawin lagi dengan Puang Manaek di Nonongan, yang melahirkan :- Puang Palaga di Tarongko
- Puang Marimbun di Bungin, makale
- Puang Rambu Langi di Pangi, Makale
- Puang Tekondok di Buakayu
- Puang Tandiri Lambun di Tapparan, Saluputti
- Puang Palulun (Pasongka) di Siguntu’, Nonongan
- Puang Pata’dungan di Tumika, Rante Lemo, Makale, Puang Pari’bak (Tulak Allo) di Lolai
- Puang Petimba Bulaan yang kawin dengan Puang Patta La Bantan di Kaero, sangalla'
Puang Tamboro Langi’ datang membawa Pranata Perkembangan Tatanan Kehidupan Masyarakat dan Kebudayaan Toraja yang spesifik disebut Aluk Sanda Saratu’ untuk menyempurnakan Aluk Sanda Pitunna yang sudah ada terlebih dahulu,yang hanya mengenal Asas Kekeluargaan dan Kegotong Royongan dalam kehidupan masyarakat.
Sebelum kedatangan Puang Tamboro Langi’, maka sudah ada masyarakat yang datang terlebih dahulu dari Indo Cina (Vietnam Bagian Utara) yaitu dari Tongkin dan Yunan dengan menggunakan perahu ,yang kemudian melandasi kepercayaan terhadap pilosofi bentuk rumah orang Toraja yang melengkung seperti Perahu dan rumah orang Toraja yang selalu menghadap ke arah Utara , untuk mengenang asal-usul mereka yang berasal dari utara.
Mereka masuk dari selat Makassar, kemudian menyusuri Sungai Sa’dan masuk ke daerah Pinrang, kemudian berhenti didaerah Enrekang (dalam bahasa Bugis), biasa disebut Endekan dalam bahasa Toraja, dan Massenrengpulu’ berarti pelabuhan, naik keatas daratan. Jadi setelah mereka sampai di kampung Papi, Endekan, mereka berhenti disitu dan menambatkan perahunya , setelah itu mereka mendaki , naik ke daerah Bamba Puang. Ada juga beberapa kelompak masyarakat yang beramai-ramai memikul perahunya ke daratan disekitar daerah Bamba Puang.
Gelombang pertama diperkirakan datang membawa peradaban Neo Megalitikum yang masih hidup primitif dan belum mengenal besi (saman batu). Mereka datang dalam kelompok-kelompok kecil dan hidup tersebar dilereng –lereng bukit yang terpencil dalam hutan. Kemudian datang gelombang kedua pada abad ke-6 yang sudah agak maju dan sudah mengenal besi, dengan menyebarkan aluk sanda pitunna. Jadi daerah perkampungan atau persinggahan pertama orang Toraja adalah daerah Bamba Puang, Enrekang, kemudian dari tempat itu , baru mereka menyebar keseluruh pelosok Toraja Raya.
Memang ada versi lain yang mengatakan bahwa ada juga yang melalui Sapan Deata tetapi hanya sedikit , karena disamping jalur tersebut tidak populer, jalur yang akan dilewati di daerah sekitar sapan deata pada waktu itu dihuni oleh banyak buaya, sehingga banyak yang tidak berani lewat di tempat itu.
Para pakar sejarah mengatakan bahwa Etnis Toraja yang termasuk suku Proto Malay (melayu tua), yaitu suku yang lebih dahulu datang di Sulawesi Selatan. Diperkirakan bahwa setelah mereka tiba, pada awalnya mereka tinggal disekitar daerah pantai , tetapi setelah datang suku Bugis, Makasar dan Mandar, yang termasuk suku Deutero Malay, maka suku Toraja yang jumlahnya lebih sedikit, mulai berpindah ke bagian tengah atau ke daerah pegunungan Sulawesi Selatan.
Ada dua orang pakar sejarah dari Benua Eropa yang berada di Poso pada waktu itu, yakni Dr.Adriani dan Dr.Kruyt, mulai meneliti/mempelajari dan memperkenalkan Toraja pada abad ke-19, sehingga masuk literatur dunia. Dia mengatakan bahwa sebenarnya Etnis Toraja menempati wilayah yang sangat luas dan terbagi dalam 4 kelompok , yang didasarkan pada Kemiripan Bahasa, Adat Istiadat dan Budaya serta Pamali yaitu:
- Toraja Barat : Kulawi, Kaeli, sagie,.To Napu, To Bara’, To Bada’, Rampi dan Lebani
- Toraja Timur atau Toraja Bare’e di Poso
- Toraja Buregku-Mori di Luwu’, To Laki di Kendari dan Kolaka To Mangkoka
- Toraja Selatan atau Toraja Tae’ yang mendiami daerah disekitar Sungai Sa’dan yaitu: Makale, Rantepao, Mamasa, Duri, aliran Sungai Noling (Jenne Maeja) dan aliran Sungai Lamasi dan Masamba
Menurut D.Roedvelt, penduduk pantai Luwu’ (to luwu’) dan malili juga seketurunan dengan Toraja, yang nyata dalam bahasa, adat istiadat dan pamali.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Toraja yang datang pada Gelombang Kedua, membawa Aluk Mellao Langi’ yang disebut Aluk Sanda Pitunna ‘7.777’, yaitu Aluk Pitung Sa’bu Pitu Ratu’ Pitung Pulo Pitu Lise’na, Balo’na Sanda Mairi’, Kumu’ku’na Pantan Sola Nasang, Aluk Sipiak Tallang Sangka’, Sisese Arrusan.
Aluk sanda Pitunna yang merupakan sukaran aluk yg diturunkan ke bumi oleh yang maha kuasa untuk dilaksanakan dan ditaati berdasarkan keadilan dan kebenaran. Adapun aluk sanda pitunna secara garis besarnya terdiri dari Aluk Tallu Oto’na dan Aluk A’pa’ Oto’na.
Aluk Tallu Oto’na merupakan falsapah atau asas kepercayaan kepada Puang Titanan Tallu, Tirindu Batu Lalikan yaitu:
- Puang Matua
- Deata ( yang terbagi atas deata tangngana langi, deata kapadanganna dan deata tangngana padang)
- To Membali Puang atau para Leluhur ( bombo mendeatanna)
- Puang matua di bagian utara
- Deata di bagian timur
- para leluhur atau to dolo di bagian barat
- selatan menunjukkan kepada tempat kematian, yang disebut Puya.
- Ada’ ma’lolo tau yaitu segala aturan yg menyangkut manusia yaitu ada’ dadinna ma’lolo tau(kelahiran manusia), ada’ tuona ma’lolo tau(kehidupan sehari-hari), ada’ menombana ma’lolo tau (penyembahan manusia) dan ada’ matena ma’lolo tau (kematian manusia)
- Ada’ma’lolo tananan (menyangkut tanaman)
- Ada’ ma’lolo patuoan (menyangkut hewan ternak)
- Ada’ ma’lolo banua (menyangkut rumah atau tongkonan)
Menurut ajaran Aluk Todolo bahwa pada mulanya segala sesuatu gelap, kemudian langit dan bumi bersatu atas perintah Puang Matua. Kemudian langit dan bumi berpancar dan terjadilah terang. Melalui Sauan Sibarrung (tabung angin kembar) dari langit, Puang Matua meniup napas dan abu kebumi dan lahirlah manusia pertama yang dinamai Datu Laukku’, yang merupakan nenek manusia pertama di bumi. Sesudah itu kemudian menurunkan: Pong Pirik-Pirik (nenek angin), La Ungku (nenek kapas), Takke Buku (nenek padi), Riako (nenek besi), Menturiri (nenek ayam), Tonggo (nenek kerbau), Allo Tiranda (nenek ipo/ racun), Kambuno langi’ (nenek tominaa), Pande Paita (nenek ahli bangunan), Rombe Kasisi’(nenek tomebalun), Pondan Padang (nenek toparenge’), Indo’ Belotumbang (nenek dukun), Toburake Manakka (nenek pemimpin acara keagamaan), Turiang (nenek tomenani) dan Pong Tinamba (nenek hakim adat), dll.
Demikian halnya dalam perhitungan angka hanya dikenal empat tingkatan yaitu : misa’, sangpulo, saratu’ dan sangsa’bu.
[sitarru'na-next]
No comments:
Post a Comment