Selamat Datang ,@}:-',-- Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Pa' Gellu' Toraya

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa masyarakat Toraja pada jaman dahulu kala sudah memeiliki berbagai peradaban yang sangat mengagumkan, baik dalam pembagian strata sosial, menjalani hidup maupun didalam pengklasifikasian jenis keadaan kehidupan.
Disaat keadaan yang menggembirakan masyarakat Toraja menyambutnya dengan berbagai macam acara kegembiraan sebagai tanda suka cita. salah satunya adalah dengan melakukan tari-tarian (ma' gellu) dan penarinya disebut Pa' Gellu'.

Pada jaman dahulu ma' gellu ini diadakan untuk menyambut para Pahlawan (to Barani) yang pulang membawa kemenangan dari medan perang atau bahkan para To Barani ini yang menari-nari tanda kebahagian dan syukur atas keberhasilan mereka dalam perang.

Dalam sejarahnya awal mula Ma' gellu' ini di ciptakan oleh seorang To Barani di daerah Pangala ketika beliau kembali membawa kemenangan dari medan perang.
Nama beliau adalah Ne' Datu Bua'. Pada jaman beliau menciptakan tarian ini belum ada musik gendang sebagai pengiring sehingga beliau memamfaatkan fasilitas yang ada pada saat itu yakni lesung untuk menumbuk padi sebagai alat musik pengiring.
Pada awal terbentuknya tarian ma'gellu ini tidak ada batasan jumlah juga tidak memandang jenis kelamin, laki-laki maupun perempuan bercampur baur dalam ma' gellu'. Sayangnya tarian ma' gellu' ini tidak begitu jelas kapan Ne' Datu Bua' menciptakan tarian ma' gellu ini, tetapi yang pasti bahwa ma' gellu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.

Setelah zaman peranng sudah selesai ma' gellu ini ditampilkan dalam setiap acara kesukaan/kegembibiraan (Rambu Tuka'). Didalam gellu ini terdapat rangkaian gerakan-gerakan yang tersambung indah satu dengan yang lainnya, dimana gerakan-gerakan ini diambil dari kehidupan sosial masyarakat Toraja
Gerakan-gerakan itu terdiri atas 12 gerakan yaitu sebagai berikut :

    1. Gellu Siman Dipobunga'/Pa' Dena-dena'. Gerakan ini adalah gerakan permulaan ketika memasuki pentas tari, dimana gerakan ini mirip dengan gerakan burung pipit ketika sedang terbang, yakni gerakan berputar dengan tangan terayun dan berjingkrak sambil memasuki tempat pentas. Filosofi atau makna daripada gerakan ini adalah ajakan untuk hidup dalam kebersamaan dan kegotong-royongan.

    2. Ma' tabe'/Mekatabe'. Gerakan ini adalah gerakan pembukaan ketika akan memulai ma' gellu' sebagai tanda memohon/meminta izin dan meminta pertolongan kepada Tuhan kiranya diberi kekuatan, kesehatan dan keselamatan dalam melakukan tarian ma' gellu' dan juga sebagai tanda penghormatan kepada setiap orang yang hadir dalam hajatan.
      Gerakan mekatabe' dilakukan dengan membungkuk, jongkok, atau berlutut dengan mengatupkan tangan didada dan menunduk

    3. Pa' Gellu' Tua. Pada gerakan ini Kedua tangan dikembangkan, berputar, kaki kanan berjingkrak, dan mengayunkan tubuh dari belakang. Makna atau filosofi gerakan ini adalah sebagai simbol penghormatan kepada pendahulu (Nenek To Dolo/Nenek Moyang) dan senantiasa mengingat jasa-jasa baik mereka

    4. Pa' Kaa-kaa bale. Gerakan pa’kaa-kaa bale menyerupai gerakan ikan yang ada di sungai, mampu melawan arus dan berenang di air yang dalam.
      Makna dari gerakan ini adalah bahwa kita harus senantiasa berani dalam melawan ketidakadilan dan ketidak-benaran dengan cara-cara yang bermartabat

    5. Pa' Langkan-langkan. Langkan dalam bahasa Indonesia burung raja wali. Gerakannya menyerupai kepakan sayap burung elang yang semakin tertiup angin akan semakin cepat terbang
      Gerakan pa’langkan-langkan melambangkan burung raja wali yaitu seorang pemimpin haruslah perkasa, berani, dan punya keteguhan hati seperti burung raja wali yang berani melawan angin topan dan keadaan yang buruk

    6. Pa' Tulekken. Tangan ditekan ke pinggang dengan badan berputar dengan kaki bertumpu di atas jari kaki untuk memperhalus gerakan memutar
      Gerakan pa’tulekken merupakan simbol evaluasi, mengoreksi tugas dan pekerjaan dalam kehidupan kita apakah sudah sesuai dengan harapan serta tidak merugikan orang lain

    7. Pa' unnorong. Gerakan ini seperti anak kecil yang sedang beranang di air yang bersih maknanya bahwa kita harus mandi dengan air bersih agar sehat, dan pikiran kita juga harus jerni.
      Dalam perkembangannya gerekan Pa' unnorong ini di ganti menjadi Pangallo dimana gerakan ini menyerupai orang yang sedang menjemur

    8. Massiri. Gerakannya seperti menirukan perempuan yang sedang menampi beras. Gerakan passiri merupakan gerakan yang menyimbolkan proses memilih. Dalam kehidupan ini kita harus memilih dan memilah-milah apa yang baik dan apa yang buruk. Segala sesuatu yang buruk haruslah kita tinggalkan dan kita jadikan pengalaman seperti pada saat membersihkan beras

    9. Penggirik tang tarru'. Gerakan berputar yang tetap bertahan. Di sini para penari berputar dan menahan putarannya sehingga putaran akan berhenti dengan sendirinya.
      Gerakan ini menyimbolkan orang yang bekerja lalu melakukan evaluasi setelah mengerjakan setengah pekerjaannya sebelum melanjutkan pekerjaan tersebut. Tujuan evaluasi ini untuk mengecek apakah sudah benar atau masih ada yang salah atau kurang agar kelak menghasilkan sesuatu yang baik.

    10. Pang ra'pak pentallun. Mangra’pak pentallun artinya tangan dira’pak atau mirip dipatahkan 3 kali ini diartikan bahwa dalam sebuah pekerjaan tidak bisa sekaligus dikerjakan tetapi melalui beberapa tahapan dan proses yang cukup panjang

    11. Pang rampanan. Gerakan ini menggambarkan refresing dan relaksasi. Dala sebuah pekerjaan kita tetap harus memiliki waktu untuk beristirahat, tidak boleh bekerja terus menerus

    12. Pa' Passakke. Pa’passakke merupakan gerakan penutup yaitu memberikan penghormatan dan salam kepada tamu yang menyaksikan tarian ini. Selain itu gerakan ini merupakan bentuk ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas berkatnya kepada manusia dan untuk segala sesuatu yang boleh mereka kerjakan dan rasakan dan itu semua dari Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa

Keduabelas gerakan di atas merupakan gerakan awal yang disusun oleh para pendahulu dan dirangkai agar menjadi sebuah tari yang terstruktur dan indah namun memiliki makna mendalam untuk kehidupan orang Toraja.

Namun seiring dengan perkembangan zaman gerakan-gerakan tersebut dirasa oleh beberapa generasi penerus banyak memiliki kesamaan sehingga ada dua gerakan yang diganti dengan gerakan tambahan yaitu gerakan Pa’unnorong dan Pa’langkan-langkan. Kedua gerakan ini memiliki kesamaan bentuk gerak dengan gerakan pa’kaa-kaa bale, maka dari itu diganti dengan gerakan tambahan yaitu gerakan pangallo dan pa’lolok pao. Kedua gerakan tambahan ini juga memiliki makna sama seperti gerakan yang lainnya.

Mangallo Mangallo adalah menjemur padi. Masyarakat Toraja ketika selesai memanen padi dengan menggunakan ani-ani, padi tersebut diikat menjadi satu lalu di jemur di pinggir sawah mereka. Pada gerakan ini mengambarkan kegiatan masyarakat yang sedang menjemur padi di pinggir sawah.

Pa’lolok Pao Pa' Lolok Pao adalah kuncup daun mangga yang masih muda. Gerakan ini mengambarkan munculnya generasi muda mengantikan generasi tua. Kedua gerakan tambahan inilah yang sampai sekarang diturunkan kegenerasi penerus, di sanggar-sangar ataupun disekolah.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, generasi muda terus mengembangkan gerakan-gerakan yang ada agar penampilan tari Pa’gellu ini tidak monoton dan membosankan dengan menambahkan ornamen-ornamen gerakan baru agar tetap laku dipasaran.

Tari pa’gellu’ ini juga memiliki ciri khas dalam geraknya yaitu posisi kaki yang selalu jinjit, ini dimaksudkan agar tubuh ketika melakukan gerak tidak cepat lelah, dan dapat memberi keseimbangan pada tubuh sehingga membuat gerakan menjadi lebih indah. Jika dilihat makna filosofinya yaitu bahwa dalam kehidupan kita harus memiliki keseimbangan antara jasmani dan rohani.


| Pa' Gellu' Toraya | Busana dan Aksesori Pa' Gellu' | Fungsi dan Nilai Sosial Pa' Gellu' |

Tarian Ma' Dandan (Tarian Doa dan Ucapan Syukur)

Setiap manusia sudah sepantasnya melakukan ucapan syukur atas segala rahmat dan dan berkat yang diperoleh dalam kehidupan. Dasar ini pulalah sehingga orang Toraja membuat serangkaian seni tanda penghormatan kepada Sang Pencipta (Puang Matua) atas segala rahmat dan berkat yang mereka dapatkan/peroleh didalam kehidupan mereka.

Orang Toraja jaman dahulu merangkai beberapa jenis gerak badan/tarian sebagai simbol tanda syukur dan doa dalam setiap pencapaian mereka, salah satunya adalah tarian Ma' Dandan.

Tarian Ma'dandan diperankan oleh kaum perempuan Toraja, dengan jumlah yang banyak sekitar 20 sampai 30 orang bahkan lebih.
Tari Ma'Dandan adalah tarian pasangan dari Tarian Manimbong dimana pada Tarian Manimbong diperankan oleh kaum pria Toraja.

Tarian Ma'dandan menggunakan baju tradisional Toraja yaitu bayu pokko’ warna putih atau kuning dan memakai rotting (hiasan kepala) yang dibuat dari bambu yang sudah dikeringkan. kemudian dibentuk sesuai dengan ukuran kepala para penari dan menggunakan bulu gassi di samping kanan dan kiri. Mereka bergerak lemah lunglai menggoyangkan tongkat mengikuti irama tari dan nyanyian.

Tarian Ma' Dandan ini berfungsi sebagai tanda ucapan syukur atas segala rahmat dan berkat yang diterima oleh yang empunya hajatan, juga mengandung doa dan harapan semoga Tuhan senantiasa melindungi dan mengalirkan berkat kepada keturunan pemilik tongkonan/hajatan.

Tarian Manimbong (Doa dan Syukur)

Suku Toraja di Sulawesi Selatan dikenal dengan adat istiadatnya yang kental terutama dalam acara Rambu Solo' dan Rambu Tuka' (Acara Duka dan Acara Suka). Kedua jenis acara ini selalu berdampingan dalam kehidupan manusia yang ada di bumi.
Rambu Solo’ adalah upacara kematian/kedukaan atau upacara yang dilakukan sebelum pemakaman atau acara rangkaian pemakaman jenasah.

Rambu Tuka’ adalah saat berbahagia, dimana tidak ada kesedihan, yang ada hanyalah kegembiraan. Upacara ini berhubungan dengan acara syukuran, misalnya pernikahan, panen, dan peresmian rumah adat yang baru atau yang baru selesai direnovasi. Semua rumpun keluarga hadir. Diharapkan, setelah upacara ini ikatan kekeluargaan menjadi semakin kuat. Upacara ini terkenal dengan nama Ma’Bua, Merok, atau Mangrara Banua Sura’. Rambu Tuka memang tidak sepopuler dan sebesar Rambu Solo.

Banyak ragam Rambu Tuka, beberapa di antaranya adalah :

  • Mangrara Banua (syukuran Perbaikan tonggkonan)
  • Aluk Ma’lolo (upacara kalahiran)
  • Aluk Tanaman (syukuran keberhasilan panen)

Mangrara banua adalah yang terbesar, bermacam tari-tarian dan nyayian dibawakan selama berlangsungnya upacara adat ini. Banyak tarian yang dipertunjukkan pada saat upacara Rambu Tuka’ tersebut antara lain:
  • Pa’gellu
  • Gellu Tungga'
  • Ondo Samalele
  • Pa’dao Bulan
  • Manimbong
  • Ma' Dandan
  • Ma' Bugi'
  • Massinggi'
  • Ma' Bate
  • Dan lain-lain yang berhubungan dengan kegembiraan

Salah satu tarian yang biasa dijumpai dalam acara ma' bua' adalah tari manimbong dan tari Ma’dandan. Tarian Manimbong (Tarian Doa dan Ucapan Syukur) adalah tarian yang secara khusus hanya dilakukan pada upacara adat Rambu Tuka’ atau bagian dari acara (ibadah) Rambu Tuka' (Acara Kesukaan/Kegembiraan Orang Toraja).

Tarian manimbong ini adalah tarian yang diperankan khusus oleh kaum pria Toraja. Tarian Manimbong juga diselenggarakan untuk mengungkapkan rasa syukur, kebanggaan, suka-cita dan doa kepada sang Pencipta (Puang Matua) atas limpahan berkat yang diberikan kepada yang mempunyai hajatan.

Para penarinya menggunakan pakaian dan perhiasan-perhiasan khusus yang konon katanya berunsur magis:

  • Baju Pokko’ (Baju Khas Toraja)
  • Seppa Tallu Buku (Celana khas Toraja)
  • selempang kain sarita (Kain Kebesaran orang Toraja)
  • la’bo’ penai (parang khas Toraja)
  • okkoh-okkoh (sejenis tameng bundar kecil bermotif ukiran Toraja
  • Songko' Londong (Anyaman ikat kepala dari bulu ayam)
  • Bulu gassi (bunga tumbuhan sejenis bambu berdaun mulus yang sudah dikeringkan)

Jumlah penarinya banyak yaitu sekitar 20 hingga 30 orang pria dewasa. Dan biasanya diajarkan semenjak kecil oleh penari dewasa. Tariannya berdurasi antara 7 sampai 10 menit tergantung dari jumlah variasi gerakan
Gerakan mereka juga diiringi dengan syair lagu khusus. Tarian Manimbong biasa dikombinasikan dengan tarian lain seperti tari Ma’dandan dengan gerakan yang diiringi oleh irama yang sama. Pada tarian ini, penari pria dan wanita saling bertukaran tempat ke depan dan ke belakang, berdiri dan berlutut, dengan diiringi sentakan gerakan-gerakan kaki

Adapun jenis gerakan dalam tarian Manimbong terdiri dari 8 gerakan yang di kategorikan yaitu sebagai berikut :
  • Tujuh (7) gerakan gesture yang meliputi gerak:
      1. Pa’ Tambolang
      2. Pa’Male’-Male’
      3. Pa’ Letten Lemo
      4. Pa’ Tulali
      5. Pa' Umbalalan
      6. Pa' Talao Sau Tenden
      7. Pa’ Ruttu Ue
  • Satu (1) gerakan pure movement yaitu gerakan:
      1. Pa’ Bukka’

Bentuk penyajian tarian ini, para penari Manimbong dan Ma’dandan akan berbaris dari luar pelataran Tongkonan untuk memasuki tempat acara Ma’bua’. Para penari akan masuk berbaris sambil berjalan mengelilingi pelataran Tongkonan kemudian mengatur posisi di tengah-tengah pelataran. Proses memasuki pelataran Tongkonan diawali oleh para penari Ma’dandan yang sambil menghentakkan tongkat mereka ke tanah kemudian disusul oleh para penari Manimbong yang sambil membunyikan simbong/okkoh-okkoh mereka. Setelah berkeliling para penari langsung berjejer di tengah-tengah pelataran Tongkonan. Tari Manimbong dan Ma’dandan ditampilkan secara bersamaan dan sambil berhadapan. Pada tari Manimbong tidak menggunakan tata rias apapun kecuali pakaian adat beserta pernak-pernik hiasan kebesaran Toraja.

Keturunan Lai' Risnawati (Lai Bira')

Lai' Risnawati (Lai' Bira') x Sosman
    1. Herawati
    2. S. Fardi Ramadhan
    3. S. Farman Tirta Jasa
    4. Heny Soswati
    5. Harining Widya Soswati
    6. Panji Saputra Sosman
Herawati x Sakti
  • Aplina Lestari Putri
  • Fahrezi Dwi Saputra
  • Siti Hafizah Cahaya Ninggrung
  • Hafizah Arum Baya
S. Fardi Ramadhan x Riskawati
  • Acdmad Febrian Fardi
S. Farman Tirta Jasa x Wayan
  • Rangga
  • Kadek Ananta

Keturunan Lai' Orpa Rura Silambi' (Lai' Tarri')

Orpa Rura Silambi' x Marthen Pangala
    1. Rosalina Linda Pangala
    2. Devi Pangala
    3. Jhon Pangala
    4. Erfan Pangala
    5. Erfinder Pangala
    6. Yurlin Pangala
    7. Ririn Pangala
    8. Sefriani Pangala
    9. Vivi Tangke Datu
    10. Sarah Pangala
    11. Isak Pangala
Rosalina Linda Pangala x Daniel Lino
  • Eko Landry
  • Edy Landry
  • Elvy Landry
Devi x ?
  • Rahman
  • Moses Apriyanto Pangala
Jhon Pangala x Yanti Tadius
  • Merlin Jhon
  • Faith Jhon
  • Rahel Jhon
Erfan Pangala x Aan binti Totong
  • Nur Anisa binti Abdullah
Erfinder Pangala x Abdul Azis
  • Agnes Pangala
  • Nurul Fatimah
  • Nur Hidayah
  • Syawal Azzahri
  • Muh. Azzam Abdullah
Yurlin Pangala x Awie Bin Muhammad Nur
  • Nur Awalya Putri Binti Awie
  • Muhammad Wahyu Ilalhi Bin Awie
Ririn Pangala x Yonathan
  • Olivia Yonathan
  • Rio Yonathan
  • Amazia Putra Yonathan
Sefriani Pangala x Randy Saputra

Puisi Ungkapan Syukur Hasil Panen

Salah satu kebiasan Nenek Moyang orang Toraja jaman dahulu kala adalah senantiasa mengucapkan syukur kepada Tuhan (Puang Matua) atas segala pencapaian atau keberhasilan atau kesuksesan dalam meraih segala sesuatunya.
Dalam ucapan syukur ini sering mereka melantunkan syair-syair atau puisi-puisi ucapan syukur tanda kegembiraan dan rasa syukur atas berkat yang diberikan oleh Sang Khalik dalam kehidupan mereka.

Salah satu syair yang sudah banyak dilupakan atau bahkan tidak dikenal oleh generasi muda Toraja adalah syair/puisi ungkapan syukur atas tibanya musim panen.
Semoga syair atau puisi berikut ini akan menggugah generasi muda Toraja untuk mengingat kembali kebaikan dan warisan Nenek moyang masa lalu

        Kendek Mo Burana Padang

        Matasak mo sang randanan
        Ro'pomo Sangsalu rekke
        Matasak na tilan bunu'
        Ro'po mo na toto rangkapan

        Turun-turun to me pare
        Ma'lengkoan to ma' kangkan
        Na posende to ma' bongi
        Na pa' kurre sumanga'i

        Anna ma'dandanmo po'ko'
        Panito di ponnoi langngan
        Sundunmi alukna pare
        Sumaya tallu bulinna

        Kurre-kurre sumanga'na
        Langngan Puang Matua
        Belanna sebokan mamasena
        Anna ombo anna membura padang

Untuk terjemahannya dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti dibawah ini:

        Musim Panen Telah Tiba

        Sawah yang luas sudah menguning
        Sudah saatnya panen raya
        Menguning untaian ikatan padi
        Sudah dipotong menggunakan ani-ani

        Ramai-ramai para pemanen
        Berular para penuai
        Bergembira dan bersyukur para penuai

        Berjejer tumpukan hasil panen
        Penuh disimpan diatas lumbung
        Selesai sudah kegiatan panen padi

        Puji syukur kepada Tuhan
        Atas kebaikan dan kemurahan-Nya
        Sehingga bumi memberikan hasil

Ma' Badong (Tarian /Nyanyian Duka)

Ma’badong adalah salah satu jenis tarian duka atau nyanyian duka asal Tana Toraja yang hanya bisa dilakukan pada acara kematian. Ma’badong dilakukan dengan maksud mendoakan orang yang meninggal agar arwahnya diterima di alam baka. Ma’badong juga berisi ratapan-ratapan atau kesedihan dan kenangan hidup sang mendiang selama hidupnya di dunia.

Ma' Badong diungkapkan dalam syair-syair berbahasa Toraja, dengan bentuk nyanyian tanpa iringan alat musik. Para pa’badong (peserta tarian) dipimpin oleh seorang pemimpin yang menguasai syair-syair badong dan lihai dalam menyanyikannya.
Nyanyian badong terdiri atas empat jenis yang dinyanyikan secara berurut sesuai dengan fungsinya, yaitu:

  • Badong nasihat
  • Badong ratapan
  • Badong berarak
  • Badong passakke (berkat)

Beberapa contoh syair tarian badong antara lain:

  • Ke de’ ko anta umbating (Mari kita menguraikan kesedihan hati)
  • Madarinding sola nasang (Kita sekalian bersentosa)
  • Ambe’ tanding talingakan (Ya Bapa sendengkanlah telingamu kepada kami)
  • Tonna masaki ulunna, Tikuramman beluakna (Pada waktu kepalanya sakit, semua rambutnya merasakannya)
  • dan lain-lain

Ma’badong dilakukan minimal tiga orang hingga jumlah yang tak ditentukan bisa mencapai ratusan orang dan dilakukan di lapangan terbuka. Peserta terdiri atas laki-laki dan perempuan dewasa.
Pada jaman dahulu pakaian toma' badong tidaklah seragam seperti yang disaksikan pada jaman sekarang, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan kain kala itu, seiring perkembangan dan kemajuan zaman diamana kain semankin banyak maka pakaian yang digunakan toma' badong jaman sekarang semakin bagus dan seragam.



Toma' badong biasanya menggunakan pakaian hitam dan sarung yang juga berwarna hitam tetapi kadang juga menggunakan baju hitam seragam dan sarung warna putih bisa juga menggunakan pakaian adat Toraja.
Tetapi bagi pengunjung kedukaan yang tidak berpakaian seperti itu bisa juga ikut bergabung menari. Ma’badong minimal dimulai dengan tiga atau lima orang yang menyanyikan badong pembuka berisi ajakan untuk turut Ma’badong. Seiring dengan waktu maka peserta badong akan semakin banyak membentuk lingkaran besar.

Gerakan badong tergolong sangat sederhana dan bisa dipelajari dalam seketika. Para Pa’badong berdiri membentuk formasi lingkaran berpegangan dengan menggunakan jari kelingking yang saling melingkar sambil menyanyikan nyanyian badong. Lingkaran kadang-kadang dipersempit dengan cara berjalan maju dan mundur dengan badan digoyangkan. Kepala digerakkan ke depan dan ke belakang. Bahu digerakkan ke atas dan ke bawah. Sedangkan tangan diayunkan ke arah dada kemudian ke belakang. Sementara kaki diayunkan ke depan secara bergantian sambil bergeser ke kiri dan ke kanan.
Para Pa’badong berganti tempat dengan cara bergeser ke kanan tetapi tidak berganti posisi. Menjelang badong berakhir para pa’badong biasanya melompat-lompat ke kiri dan ke kanan dalam bahasa Toraja disebut nondo pua (lompat besar) setelah itu membubarkan diri.

Ma’ badong dapat dilakukan kapan saja tetapi lebih sering dilakukan pada sore dan malam hari. Dapat dilakukan di sekitar rumah duka dimana dilangsungkan acara kedukaan ataupun di tempat pemakaman, saat pemakaman akan dilakukan.
Sekarang, seiring dengan perkembangan zaman Ma’badong sudah mulai kurang diminati khususnya para generasi muda. Karena itu untuk mempertahankannya di beberapa tempat dibentuklah kelompok Pa’badong yang di undang Ma’badong setiap ada kedukaan. Tetapi motivasi pelaksanaan sudah mulai bergeser ke motif ekonomi, bukan lagi murni mengungkapkan kesedihan dan doa untuk saling menghibur sebagaimana tujuan awal dari tarian ini.

Ma' Badong adalah warisan peradaban Nenek Moyang orang Toraja jaman dahulu maka selayaknyalah warisan yang bernilai tinggi ini senantiasa dipelihara dan dilestarikan sebagai warisan budaya yang sangat tinggi bagi anak-cucu generasi orang Toraja.

Gau' ta ri anta di pelele, pessiparanta anta di tandai

Silsilah Tongkonan Karassik (Tangdialla')

Ne' Tangdialla x Ne' Lai' Rura
  • Ne' Eto' ➢ T To' Kaluku Lombongan
  • Ne' Buritti ➢ Batu Mebali
  • Ne' Lai' Tallo' ➢ T Kalimbuang
  • Ne' Uban ➢ Deri
Ne Eto' x Ne' Lai' Kosi'
  • Ne' Tali' ➢ T To' Karondang (T Kalimbuang)
  • Ne' Ra'tuk ➢ Katangka
Ne' Tali' x Ne' Lai' Reppa (T To' Karondang/Ne' Relly)
  • Ne' Batu Pare
  • Ne' Lai' Tumba'
  • Ne' Lai' Ruri'
  • Ne' Ki'di'
Ne' Ra'tuk x Ne' Lai' Paembang
  • Ne' Lai' Temba ➢ Borong
  • Ne' Lai' Sali ➢ Kalaka Gangge
Ne' Batu Pare x Ne' Lai' Mendaun
  • Ne' To' Reko (Sirrang)
  • Ne' Tammu
Ne' Sali x ?
  • Ne' Lai' Sundung
Ne' To' Reko x Ne' Lai' Bunga Ne' Lai' Sundung x Ne' Ro'son
  • Ne' Lai' Sulle
Ne' Lai' Sulle x Ne' Kende'
  • Ne' Lai' Tappi'
Ne' Lai' Tappi' x Ne' Lapu'
  • Joni
Joni x Agustina Sapan (Nona)
  • Jhona

Piston

Piston atau Torak atau sumbat geser merupakan suatu elemen mesin yang sangat penting fungsinya dalam proses pembakaran untuk menghasilkan tenaga (power) pada mesin pembakaran dalam atau motor bakar. Adapun fungsi dari Piston ini adalah sebagai berikut:

  • Sebagai penyumbat liner sehingga disebut sumbat geser
  • Melakukan kompressi udara dalam silinder bersama-sama dengan kop silinder (cylinder head) sehingga tekanan dan temperatur udara naik agar bahan bakar mudah terbakar
  • Melakukan kompressi udara dan bahan bakar pada motor bensin atau mesin otto
  • Menerima daya tekan hasil pembakaran bahan bakaran dan meneruskan daya tersebut melalui connecting rod
  • Melakukan pembilasan gas buang sisa pembakarang
  • Pemberi ruang/batas pada udara masuk

Piston terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu:
  • Piston bagian top/atas/Mahkota
  • Piston ring set
  • Piston bagian bawah

Piston terbuat dari besi cor nodular dan baja tempa, antara mahkota piston dan bagian bawah piston dihubungan menggunakan sekrup.
Pada Piston terdapat ring piston ada yang 2 (dua) buah ada juga yang memiliki 3 (tiga) buah ring. Pada piston yang mempunyai 2 ring, ring bagian atas berfungsi sebagai ring pemamfat atau ring kompressi, sedangkan ring bawah adalah ring yang berfungsi sebagai grabber atau pembilas oli pada liner mesin.

Pada pistong yang memiliki 3 buah ring masing-masing berfungsi untuk ring compressi pada 2 ring bagian atas dan 1 ring paling bawah berfungsi sebagai grabber oli atau pembilas oli pada dinding liner agar oli tidak masuk kedalam ruang bakar.

Posisi Gayang Rambu Solo'

Adat dan budaya orang Toraja sudah terkenal seantero dunia, sehingga membius/menghipnotis para wisatawan lokal maupun manca negara untuk menyaksikan warisan peradaban nenek moyang yang luar biasa ini.
Salah satu even di Toraja yang sangat terkenal adalah prosesi upacara kematian orang Toraja atau biasa dikenal dengan istilah Rambu Solo' (upacara kedukaan).

Dalam upacara ini, berbagai jenis aksesori dihadirkan/dipasang, seperti:

  • Lakkian (tempat menyemayamkan sementara ketika dalam prosesi upacara)
  • Bombongan (gong)
  • Kandaure (jenis hiasan manik yang didesign unik dan cantik)
  • Tombi (sejenis panji-panji yang di gantung pada bambu)
  • Payung (tanda kebesaran)
  • Doke (Tombak)
  • Sumpi' (sumpit)
  • Gayang (keris emas)
  • Pa' Londong (replika ayam jantan)
  • Sarigan (usungan mayat)
  • Kaseda (kain merah yang dibentang sekeliling tempat upacara)
  • Simbuang Induk/Kalosi(batang pohon Ijuk/pinang)
  • Simbuang Batu (menhir)
  • To ma' badong (pelantun nyanyian duka yang menceritakan riwayat almarhum/ah
  • To ma' lambuk (mebunyikan lesung tanda informasi)
  • To ma' landing/randing (tarian kepahlawanan)
  • To manganta' pangngan (tarian duka)
  • Lantang (pondok para tamu dan keluarga serta hadirin)
  • Inan Karampoan (ini alternatif, tempat awal para tamu di jamu sebelum pindah ke pondok yang sudah disediakan
  • Rante/Tandung (tempat penyelenggaraan upacara duka)
  • Dan lain sebagainya

Pada kesempatan ini, salah satu yang menjadi perhatian adalah pemasangan Gayang pada tempat diupacara tersebut, yaitu:

  • Pemasangan gayang pada inan karampoan (tempat menerima tamu), pada tempat ini gayang di pasang dengan posisi menunduk sebagai tanda ditempat ini akan ditempati oleh orang-orang yang hidup yang hadir berbagi duka serta membawa doa dan dukungan bagi keluarga yang berduka

  • Pemasangan gayang pada Lakkian (tempat penyemayaman sementara), pada tempat ini gayang di pasang menghadap keatas dengan jumlah yang gayang yang genap dalam bahasa Toraja Ganna'.
    Mengapa dipasang dengan jumlah yang genap, ini menandakan atau simbol bahwa yang wafat sudah genap perjalanan hidupnya di dunia ini.
    Mengapa mengapa gayang menghadap keatas?, karena disimbolkan bahwa yang wafat telah menuju ke alamnya yakni alam baka alam awal kedatangannya


Tetapi tidak jarang pemasangan gayang ini berbeda di beberapa tempat dengan apa yang dijabarkan diatas. Mengapa demikian ?. Hal ini terjadi oleh karena masyarakat Toraja mempunyai tradisi masing-masing wilayah yang bermacam corak dengan tentunya memiliki maksud tertentu pula.