Selamat Datang ,@}:-',-- Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Sembangan Suke Baratu

Sembangan Suke Baratu

adalah sebuah media dari bambu yang dipotong miring (disembang) yang digunakan untuk mengumpulkan donasi bagi keluarga yang berduka. Tetapi makna yang sebenarnya terkandung dalam ritual ini adalah melukiskan bahwa orang yang sedang diacarakan ini adalah bukan kalangan biasa dan dengan penuhnya bambu dengan uang menandakan bahwa orang tersebut merupakan orang yang dikasihi orang banyak dan dielu-elukan.

Prosesinya sperti berikut ini:

    Beberapa pasang ekor ayam jantan disiapkan dan kemudian dibawa dalam arena sambil suke baratu diedarkan keliling oleh seseorang dan berakhir di tempat arena adu ayam. Setelah salah satu ayam kalah maka dari pihak yang menang boleh juga yang kalah memasukkan sejumlah uang kedalam bambu/suke baratu setelah itu suke/bambu tersebut dibawah ke keluarga yang berduka, begitu seterusnya sampai pasangan ayam terakhir yang diadu selesai.

    Konon ceritanya bahwa sembangan suke baratu ini merupakan ritual pengganti untuk acara ma'barata atau dalam ritual aluk todolo merupakan persembahan kepala bagi sialmarhum sebagai tanda kepahlawanan dalam mengusir penjajah.

    Ritual ma'barata juga tidak disetujui oleh pihak belanda ketika masuk ke toraja karena dianggap sadis dan kurang berperikemanusiaan karena dalam ritual ini seseorang yang diambil dari suatu tempat dijadikan korban dan dagingnya dimasak bersama daging hewan kemudian dibagi-bagi untuk dikonsumsi oleh semua yang hadir.




| Back |

Bulangan Londong (sambungan)

Bulangan londong sebagai media peradilam

    Pada masa lalu, jaman ketika masyarakat masih dominan menganut kepercayaan Aluk Todolo ada 7 (tujuh) jenis peradilan (tarian pitu dalam istilah Toraja) dalam menyelesaikan sengketa, salah satunya adalah bulangan londong.

    Mengapa dikatakan sebagai Tarian Pitu? (Tujuh model peradilan), karena menurut Aluk Todolo dalam kepercayaan masyarakat Toraja bahwa Tujuh kali dibentuk/diciptakan diatas langit (pempitu di kombong dao langi'), dimana angka tujuh dalam masyarakat Toraja jaman dulu adalah angka yang sakral dan sempurnah sesuai dengan kepercayaan Ada' sanda pitunna (kepercayaan serba bilangan tujuh).

    Persoalan atau sengketa yang dibawa kedalam peradilan tarian pitu ini adalah sengketa yang tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau menemui jalan buntu dalam musyawarah keluarga dimana kedua belah pihak tidak ada yang mengalah atau tidak mau mengakui kesalahannya.


    Dengan peradilan ini diharapkan kedua pihak yang bersengketa dapat menemukan penyelesaian dengan damai tanpa dendam. Pada prosesi peradilan ini kedua belah pihak membawa seekor ayam jantan yang dianggap kuat dan tangguh, kemudian ayam-ayam ini diserahkan kepada Penghulu adat dalam istilah Toraja disebut Tominaa. Setelah ayam jantan ini diserahkan kepada Tominaa maka tominaa akan melakukan suatu prosesi yaitu dengan melakukan ritual doa kepada Puang Matua (Tuhan), Deata (Malaikat) dan Tomembali puang (arwah leluhur) agar diberikan petunjuk siapa sebenarnya yang benar dan salah.
    Doa sakti ini sangat ampuh, sehingga ketika ayam yang sementara diadu tersebut akan kalah atau mati bagi pihak yang bersalah, dan ayam bagi yang benar akan tetap kuat dan tidak akan terjadi apa-apa, kecuali bilamana kedua belah pihak memang bersalah kedua-duanya, maka ayamnya akan lari atau mati kedua-duanya.

    Hal ini seperti ada barang yang merupakan milik orang lain dan mereka klaim sebagai miliknya padahal baik pihak A maupun pihak B tidak ada sangkut pautnya dengan barang atau harta tersebut.

    Mengapa media peradilan yang digunakan adalah ayam jantan? ini karena menurut litani penciptaan dalam aluk todolo bahwa nenek moyang ayam juga diciptakan bersama-sama seperti nenek moyang manusi (Tolino)



Back | Bersambung