Selamat Datang ,@}:-',-- Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

Suku Toraja/Toraya

Suku Toraja adalah sebuah suku di Sulawesi Selatan, yang mendiami daerah pegunungan bagian Utara Sulawesi Selatan. Dulunya Toraja dikenal dengan nama Tondok Lepongan Bulan Tana Matari Allo (wilayah/negeri seperti bulatan bulan dan matahari)

Asal usul dari Suku Toraja ini juga memiliki mitos tersendiri yang sangat melegenda. Konon, leluhur dari Suku Toraja merupakan manusia yang berasal dari nirwana. Masyarakat Toraja percaya bahwa nenek moyang mereka turun dari langit (To Manurun ri Langi') dengan tangga (eran di langi') yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan).


Menurut leluhur orang Toraja kata Toraja yang berasal mula dari kata Toraya terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu TO yang artinya Manusia atau Orang dan Raya (Maraya) artinya Besar/Berani/Bangsawan tidak pernah diperintah oleh suku lain di Sulawesi Selatan. Inilah sebenarnya asli arti toraja itu, bila ada yang menerjemakan lain, kemungkinan mereka bercocok-logi dimana ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa arti Toraja adalah orang yang berdiam diatas dataran tinggi/bermukim didaerah pengunungan, tetapi apakah orang Toraja saja yang berdiam di atas daerah pegunungan sulawesi?. Tentu tidak jadi pendapat ini boleh dikatakan sebagai sebuah cocok-logi masa lalu yang kemungkinan bukan bersumber dari masyarakat orang Toraja itu sendiri.

Analogi pemberian nama terhadap suku atau orang tentu berasal dari keluarga atau suku tersebut, jadi tidak mungkin orang lain yang memberikan nama bagi seseorang yang lahir dibukan keluarganya, begitu juga dengan suku Toraja, tidak mungkin orang lain yang mengetahui maksud dari pemberian nama suatu suku yang notabene bukanlah sukunya sendiri. Tetapi suku Torajalah yang tahu persis arti dari nama yang mereka berikan untuk kelompok mereka.

Konon pemberian nama orang gunung bagi orang Toraja itu muncul ketika adanya perang dengan suku Toraja yang berdiam diatas gunung dengan suatu suku yang berada didataran rendah, sebagai bentuk ketidak-senangannya terhadap suku Toraja sebagai rivalnya sehingga mengatakan mari kita perangi orang gunung yang hidupnya primitif itu.

Passapu (Penutup Kepala/Mahkota) Toraja

Kehidupan masyarakat orang Toraja jaman dahulu sudah mengenal sistem strata sosial/ kasta (tana'), dimana kasta-kasta ini terdiri 4 tingkatan, sebagai berikut:

  1. Tana' Bulaan/bulayan/bulawan (Golongan Bangsawan tinggi)
  2. Tana' Bassi (Golongan bangsawan menengah)
  3. Tana' Karurung (Golongan masyarakat kebanyakan)
  4. Tana' Kua-kua (Golongan yang siap setiap kesempatan)

Dalam kehidupan setiap hari pada jaman dahulu golongan bangsawan sangat mudah diidentifikasi dengan melihat aksesori yang ada pada kepala mereka, yakni Passapu sejenis mahkota tradisonal masyarakat jaman dahulu. Pada jaman sekarang masih sering dijumpai orang menggunakan passapu ini tetapi fungsinya sudah sedikit bergeser dari peranan dan fungsi sebagaimana awalnya. Karena kemajuan zaman sudah banyak kaum keturunan bangsawan sudah tidak mau menggunakannya lagi disebabkan karena selain merepotkan dalam pemakaiannya mungkin juga karena tidak percaya diri yang disebabkan pergeseran kehidupan dan kemajuan ekpnomi masyarakat, serta alasan-alasan lainnya.

Passapu adalah mahkota tradisional masyarakat toraja jaman dahulu kala, dimana kainnya dihiasi dengan motif batik yang unit dengan model-model tertentu dan istimewa. Passapu ini hanya dikhususkan bagi kaum bangsawan laki-laki. Setiap model dan motif passapu mempunyai makna sendiri-sendiri.

Berikut ini adalah jenis-jenis passapu serta peruntukannya:

  1. Pa' Tallu Silolok/tiga ujung berdiri adalah ketiga ujung/sudut kainnya berdiri.
    Passapu Pa' tallu silolok merupakan mahkota/passapu bagi kaum bangsawan dengan status sosial tinggi

  2. Pa' Lindo Para. Bentuk passapu/mahkota ini adalah pada bagian depan berbentuk piramida/segitiga mirip bagian depan-atas rumah.
    Mahkota/passapu jenis ini adalah diperuntukkan bagi para keturunan bangsawan dari suatu wilayah adalah dalam sistem tongkonan, tetapi tidak mempunyai jabatan selain menandakan sebagai para keturunan

  3. Pa' Sossoran Rengnge'/Pengkalossoran. Model dari mahkota/passapu ini adalah kedua ujung kain pada bagian pelipis mengarah kebawa, tidak ada ujung kain yang menghadap keatas.
    Mahkota ini diperuntuk bagi para tominaa/imam (pendoa). Semua ujung menghadap kebawah sebagai tanda bahwa dalam melakukan ritual doa kita harus senantiasa merendahkan diri dihadapan Tuhan/Puang Matua karena Tuhanlah yang empunya kehidupan ini

  4. Pattali/Pa' Tali, model mahkota ini adalah kain yang dilipat dengan lebar tidak lebih dari empat ukuran lebar jari dan disimpul pada bagian belakang, tidak ada ujung kain yang menghadap keatas.
    Mahkota ini deperuntukkan bagi para penyelenggaran adat.


Konon ceritanya bahwa passapu/mahkota dari para kaum bangsawan pada jaman dahulu memiliki unsur magis, dimana jika ada orang yang mengatakan hal-hal yang sepatutnya terhadap mahkota tersebut akan menyebabkan orang itu jatuh sakit bahkan meninggal jikalau tidak dilakukan tindakan segera misalnya mengadakan upacara permintaan maaf (mangaku dosa/salah) dengan memotong ayam atau babi sesuai dengan tingkat pelanggarannya.

Meskipun tradisi ini sudah tidak mengikat lagi didalam kehidupan masyarakat Toraja karena pergeseran saman, tetapi paling tidak harus diketahui adanya kearifan nenek moyang masa lalu

Demikianlah sepenggal sejarah mahkota masyarakat Toraja masa lalu yang dikenal dengan Passapu, semoga bisa menambah khasan ilmu pengetahuan bagi generasi muda khususnya generasi muda Toraja akan nilai sejarah peradaban nenek moyang dimasa lampau.

Prosesi Pemakaman Tingkat Tinggi Di Toraja Jaman Dahulu

Masyarakat Toraja sejak jaman dahulu kala sudah memiliki norma, nilai adat serta tradisi-tradisi yang boleh dikatakan sudah maju dijamannya. Masyarakat toraja juga sudah memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi atau dipedomanni dalam hidup bermasyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat Toraja, mereka membagi tingkatan-tingkatan/strata sosial dalam kehidupan lengkap dengan aturan yang harus dipatuhi dan dihormati. Begitu juga dalam acara/proses pemakaman memiliki aturan tersendiri sesuai pranata sosial yang sudah diatur dan disepakati oleh para pemangku adat/pemerintahan pada jamannya. Akan tetapi seiring perkembangan jaman sistem ini mulai berubah dan bahkan hampir punah seiring meleburnya sistem kasta menjadi kesamaan hak dan kedudukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada kesempatan ini akan dijabarkan jenis prosesi pemakaman untuk kasta tertinggi aturan masyarakat Toraja jaman dahulu, sebagai berikut:

  1. Sarrinan Bone-Bone

    Prosesi ini adalah prosesi yang tertinggi dari prosesi tertinggi lainnya, dimana pada prosesi ini semua aksesori yang berhubungan dengan acara kedukaan sesuai dengan tradisi wilayah adat masing-masing.

    Jumlah kerbau yang dikorbankan adalah minimal 42 kerbau dan jenis kerbau lengkap sesuai aturan wilayah adat masing-masing, diacarakan dalam suatu lapangan yang oleh orang Toraja disebut Rante Kalua'/Tandung sea-sea. dibuatkan tempat persemayaman yang tinggi dalam bahasa Toraja dikenal dengan istilah Lakkian dengan model seperti rumah adat Toraja, yaitu Tongkkonan. Pondok (lantang) dimodel seperti model rumah tongkonan (dilonga), pondok dibuat bertingkat-tingkat

    Almarhhum/mah diberi hiasan lapisan emas pada kain pembungkusnya dalam istilah Toraja di sebebut di daman bulaan/bulayan/bulawan.

  2. Rapasan Sapu Randanan

    Jumlah kerbau yang dikorbankan pada prosesi ini adalah 32 ekor - 41 ekor kerbau, diupacarakan di rante kalua' dibuatkan lakkian, lantang (pondok) dimodel seperti rumah Tongkonan (dilonga) dan bisa ditingkat bila diinginkan oleh keluarga almarhum/mah. Semua jeis kerbau juga lengkap sesuai aturan wilayah adat masing-masing, pembungkus mayat bisa dihiasi dengan lapisan emas kalau ada boleh juga hiasan (daman) warna keemasan.

  3. Rapasan Sundun

    Jumlah kerbau yang dikorbankan pada prosesi ini adalah 24 ekor - 31 ekor kerbau, diupacarakan di rante kalua' dibuatkan lakkian, lantang (pondok) dimodel seperti rumah Tongkonan (dilonga) dan bisa ditingkat bila diinginkan oleh keluarga almarhum/mah. Semua jeis kerbau juga lengkap sesuai aturan wilayah adat masing-masing, pembungkus mayat bisa dihiasi hiasan (daman) warna keemasan.

  4. Rapasan Biasa

    Jumlah kerbau yang dikorbankan pada prosesi ini adalah 16 ekor - 23 ekor, diupacarakan disekitar pelataran rumah duka dimana lakkian (pondok persemayaman) diletakkan disebelah barat depan Tongkonan dan di model seperti rumah tongkonan, lantang (pondok) dibuat hanya satu tingkat atau rata dengan lantai lumbung, pondok bisa dilonga tapi tidak secara keseluruhan, tempat penerimaan tamu (lantang karampoan inan sipoli' waimata okkoran sipakana) dibuat dengan model rumah biasa (dalam istilah orang Toraja Banua Soba'), bisa juga tanpa pondok penerimaan tamu dikarenakan kondisi dan keadaan dipelataran rumah duka yang terbatas. Jadi ketika tamu datang hanya berputar disekitaran pelataran rumah duka dan langsung masuk ke tempat yang sudah ditentukan. Pada prosesi ini semua jenis kerbau juga lengkap tetapi tidak selengkap seperti pada tiga jenis prosesi diatas, misalnya Kerbau salako dan jenisnya hanya disimbolkan dengan hanya satu atau lebih kerbau belang (bonga).

    Kain pembungkus mayat dihiasi dengan daman berwarna keemasan dan bisa dibuatkan patung (tau-tau nangka')

  5. Rapasan Dilayu-layu

    Pada Prosesi ini jumlah kerbau yang dikorbankan minimal 12 ekor kerbau dan dibuatkan pondok persemayaman didepan rumah tongkonan atau dedepan lumbung sesuai dengan ketentuan wilayah adat masing-masing. Biasanya kalau perempuan dibuat didepan lumbung kalau laki-laki didepan rumah tongkonan. Dan rumah persemayaman ini disebut tando' dan tidak dimodel seperti rumah tongkonan (tidak dilonga). Jumlah kerbau juga lengkap tetapi tidak selengkap seperti prosesi yang diatas dan belum bisa dibuatkan patung (tau-tau nangka)


Demikianlah sekilas sejarah masalalu sehubungan dengan prosesi pemakaman kasta tertinggi orang Toraja jaman dahulu, yang tentunya saat ini mungkin sudah tidak eksis lagi maksudnya semua kalangan yang mampu sudah bisa melakukannya tanpa pembatasan seperti dahulu kala.

Semoga ini bisa menambah pengetahuan akan sejarah peradaban masa lalu nenek moyang yang ditinggalkan bagi kita generasi muda orang Toraja