Yang dimaksud dengan simbol-simbol Rambu Solo’ di sini adalah semua atribut yang digunakan dalam upacara tersebut. Karena atribut yang digunakan dalam atribut Rambu Solo’ banyak sekali dan tidak sama untuk semua wilayah adat di Toraja, maka hanya di angkat beberapa di antaranya yang di anggap penting. Hal-hal yang dimaksud adalah:
- Tongkonan
- Pakaian
- Ukiran dan Hiasan-hiasan
- Sarigan (palaidura) yaitu usungan mayat yang dibuat dari kayu.
- Langi’-langi’ berbentuk rumah mini Toraja yang dipasangkan pada saringan (pelengkap saringan) dan bermakna sebagai simbol kebesaran.
Duba-duba (lamba-lamba) yaitu kain merah yang direntangkan panjang-panjang di atas kepala wanita ketika mayat sedang dalam arak-arakan dari rumah duka ke tempat pelaksanaan upacara (ma’pasonglo’/ma’palao)
Lakkean/Lakkian yaitu pondok yang dibuat ditengah-tengah tempat pelaksanaan upacara sebagai tempat mayat disemayamkan selama upacara berlansung. Pondok ini dibuat dengan ketinggian kurang lebih 10 meter dan dilengkapi dengan segala macam hiasan-hiasan/ ukiran yang melambangkann kebesaran.
- Tombi yaitu kain berukir yang menyerupai panji-panji yang dipasang pada sekitar tempat pelaksanaan upacara.
Bala’kayan yaitu menara yang dibuat dekat dengan lakkean yang berfungsi sebagai tempat melaksanakan pembagian daging dalam upacara Rambu Solo’
Simbuang yaitu batu yang berbentuk lonjong yang diarak dari tempat jauh, dan didirikan di sekitar tempat pelaksanaan upacara yang selain berfungsi sebagai batu peringatan bagi si mati sekaligus berfungsi sebagai tempat menambat kerbau yang akan dikorbankan pada upacara itu.
Kandaure yaitu perhiasan dari manik-manik yang dicocok pada benang dan berbentuk corong, digunakan sebagai pelengkap kebesaran upacara Rambu Solo’ (juga dipergunakan dalam upacara Rambu Tuka’= pesta kesukaan).
Daman yaitu sejenis kertas emas yang dipakai menghias peti jenasah sebagai pengganti emas, khusus bagi bangsawan menengah ke atas.
Lantang (barung) yaitu pondok-pondok yang khusus dibuat untuk keperluan upacara Rambu Solo’. Apabila pondok itu jumlahnya banyak, maka tempat pelaksanaan upacara akan menyerupai perkampungan baru.
- Kesenian
Badong yaitu nyanyian yang dilagukan dalam keadaan berdiri, yang disertai dengan gerakan tangan dan hentakkan kaki sambil berputar dalam kelompok yang membentuk lingkaran.
Retteng yaitu nyanyian kedukaan yang dilagukan secara berbalas-balasan oleh dua orang atau lebih
Dondi’ yaitu nyanyian yang dinyanyikan sekelompok orang secara berbalas-balasan
Marraka yaitu nyanyian kedukaan yang diiringi oleh seruling bambu
Randing yaitu sejenis tarian perang yang disertai dengan hentakkan kaki dan pekikan suara oleh para penari pria. Randing hanya dilakukan pada pemakaman seorang lelaki yang dianggap pahlawan
- Tau-Tau (patung)
- Rante
- Erong
Tongkonan adalah rumah adat dari satu rumpun keluarga (marga) dimana persekutuan darah daging dipelihara . Tongkonan adalah tempat pembinaan dan pemeliharaan aluk. Disamping itu Tongkonan juga berfungsi sebagai sumber wibawa kepemimpinan. Ia bermakna simbolik sebagai lembaga kekuasaan, kebesaran dan kemuliaan sang pendiri juga keturunan yang dibangun di atas keunggulan, prestise dan privilise tertentu. Setiap orang harus mengetahui dari tongkonan mana ia berasal, baik dari pihak ibunya maupun dari pihak ayahnya.
Oleh karena tongkonan mengikat seluruh keluarga, maka bila ada upacara yang dilaksanakan, baik Rambu Solo’ maupun Rambu Tuka’, maka upacara tersebut harus dilaksanakan di rumah tongkonan itu dan semua keluarga diharapkan hadir.
Dalam upacara rambu solo’ pakaian yang digunakan adalah pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam adalah simbol kekelaman atau kedukaan. Oleh karena itu dalam suatu upacara Rambu Solo’ keluarga dan semua orang yang datang ke tempat itu umumnya menggunakan kain berwarna hitam. Di samping itu digunakan juga pula pote yaitu tali dari benang berkepang yang ujungnya berumbai dan pada rumbai itu tercucuk manik-manik. Pote ini dipakai pada keluarga yang sedang marao’. Selain pakaian warna hitam, digunakan juga pakaian warna merah (lambang kemuliaan) untuk menghias pondok-pondok atau peti jenasah, khususnya pada upacara rambu kaum bangsawan menengah ke atas.
Pada upacara Rambu Solo’ tingkat rapasan, rumah, halaman dan pondok serta peti jenasah diberi ukiran dan hiasan-hiasan yang semuanya bermakna melambangkan kebesaran yang meninggal dunia. Hiasan-hiasan dan ukiran-ukiran yang digunakan dalam Rambu Solo’ dimaksudkan sebagai pengantar arwah untuk memasuki dunia seberang yaitu puya. Oleh karenea itu, kesemarakan suasana dalam pelaksanaan upacara Rambu Solo’ diyakini oleh penganut Aluk Todolo sebagai kesempurnaan si mati memasuki puya. Jadi jelas segala ukiran dan macam hiasan yang digunakan dalam upacara Rambu Solo’ mempunyai simbol “proyeksi” mesuknya sang arwah ke dunia seberang sana. Ukiran dan hiasan yang biasa digunakan pada upacara Rambu Solo’ pada bermacam-macam, namun di sini hanya akan dipaparkan beberapa di antaranya, yaitu:
Dalam upacara Rambu Solo’, kesenian dan tari-tarian mempunyai arti yang dalam. Jenis kesenian dan tari-tarian yang mempunyai arti yang dalam, jenis kesenian dan tari-tarian yang dipentaskan dalam upacara Rambu Solo’, antara lain:
Semua bentuk kesenian dan tari-tarian tersebut di atas dilakukan untuk mengekspresikan kedukaan yang mendalam karena kematian. Khususnya dalam badong, syairnya mengungkapkan sejarah perjalanan hidup bahkan pernghormatan terakhir pada yang meninggal dunia
Menurut kepercayaan aluk todolo semua nyanyian dan tarian yang digelar dalam upacara Rambu Solo’, merupakan proyeksi kemuliaan dari yang meninggal dunia dlam memasuki dunia seberang sana.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tarian dan nyanyian dalam upacara Rambu Solo’, selain merupkan ungkapan kedukaan dan penghormatan, juga merupakan “Simbol Kemuliaan” arwah seseorang memasuki dunia arwah.
Tau-tau (tau = orang) ialah patung atau arca yang berfungsi sebagai personifikasi dan seseorang yang meninggal dunia dan hanya diadakan dalam tingkat upacara Rambu Solo’ bagi golongan bangsawan menengah ke atas. Ada dua macam tau-tau atau arca yang dikenal yaitu tau-tau kayu dan tau-tau karurung
Untuk membuat tau-tau dibutuhkan pemahat khusus yang dikenal dnegan istilah Topande. Selama proses pembuatan topande harus tidur dekat atau di bawah kolong rumah jenasah disemayamkan. Setelah selesai tau-tau tersebut didirikan di dekat peti jenasah. Ia diperlakukan seperti orang hidup (diberi nasi, pakaian dan perhiasan).
Pakaian dan perhiasan yang dikenakan itu menunjukkan status sosial si mati. Oleh karena itu, dikatakan Tau-tau adalah The Living Dead yang karenanya harus dihormati, disembah dan diratapi. Ia lebih dari sekedar arca biasa hasil karya seorang pemahat. Ia adalah penjelmaan dari si mati yang selama upacara berfungsi sebagai penghubung antara ornag yang masih hidup dan kaum keluarga kerabat yan telah meninggal dunia, dengan kata lain ia berfungsi sebagai pembawa titipan dari orang yang masih hidup kepada mereka yang telah meninggal dunia. Jadi dalam Aluk Todolo, Tau-tau mempunyai nilai religius dan sosial.
Rante (lapangan) adalah tempat penyelenggaraan upacara Rambu Solo’, khusus bagi kalangan menengah dan ke atas pada tingkatan dirapa’i. Di tempat ini dibangun sejumlah pondok berantai yang berfungsi sebagai tempat penginapan selama upacara berlangsung.
Pada zaman dahulu dalam masyarakat Toraja setiap golongan bangsawan menengah ke atas yang meninggal dunia dibuat peti jenasah yang disebut erong. Bentuknya menyerupai perahu yang diukir. Sedangkan untuk orang-orang merdeka/biasa hanya dibungkus dengan kain yang berlapis-lapis dan berbentuk bulat lonjong. Dari sini jelas terlihat bahwa jenis peti jenasah menunjukkan status sosial seseorang dalam masyarakat Toraja.
Pemotongan hewan pada setiap upacara Rambu Solo’ harus didasarkan pada stratifikasi sosial. Tentang hewan yang dikorbankan dapat dilihat dalam tiga hal:
- Jenis hewan
- Jumlah
- Tanda-tanda
-
- Pudu/Balian
- Saleko
- Todi’
- Sambao
- Sokko
- Pangloli
- Pudu Bara’
- Sambok Ra’tuk
- Lotong Boko
Dalam setiap upacara Rambu Solo’, hewan yang dikorbankan khususnya kerbau harus didasarkan pada tanda-tanda. Secara umum kerbau dalam masyarakat Toraja diklasifikasikan dalam empat kelompok (kelas) sesuai dengan stratifikasi sosial, yaitu:
Untuk golongan bangsawan, khususnya untuk tingkat upacara (rapasan sundun ke atas) jenis hewan yang dipotong harus lengkap, yaitu kerbau, babi, anjing, kuda atau manusia (hambanya). Jadi, dari semua jenis hewan peliharaan, kecuali ayam dan kucing
- Tentang banyaknya hewan yang dikorbankan kiranya sudah jelas dalam uraian sebelumnya (dalam tingkatan Rambu Solo’)
No comments:
Post a Comment